
Mengupas Peran PSPK dan Standar Global dalam Pelaporan Keberlanjutan: Kolaborasi, Kompetensi, dan Langkah Nyata
Social Value Talk edisi 25 Maret 2025 yang diselenggarakan oleh Social Value Indonesia (SVID) telah sukses menghadirkan diskusi mendalam bertajuk “Social Value dalam Pelaporan Berkelanjutan: Ukuran, Pelaporan, dan Tantangan Implementasinya.” Kegiatan ini menjadi bagian dari kampanye global True & Fair Project yang mendukung peningkatan transparansi dan akuntabilitas melalui standarisasi pelaporan dampak.
Acara daring ini menghadirkan tiga pembicara kunci:
- Elvia R. Shauki, anggota Sustainability Standards Board (SSB) IAI
- Lany Harijanti, ASEAN Program Manager GRI
- Dede Abdul Hasyir, ESG Centre Universitas Padjadjaran
Acara ini juga dimoderatori oleh Citra Widuri, Direktur Eksekutif Social Value Indonesia, yang berhasil mengakomodir dinamika berbagai gagasan dan pemikiran peserta SVT yang berasal dari beragam segmen—mulai dari pelaku usaha, akademisi, hingga praktisi keberlanjutan dari berbagai latar belakang.
PSPK dan Tantangan Integrasi Standar Global
Elvia R. Shauki membahas secara rinci tentang Draft Exposure Pernyataan Standar Pengungkapan Keberlanjutan (PSPK), termasuk tanggal efektif (1 Januari 2027) dan dukungan transisi yang akan disiapkan. Ia menjelaskan bahwa PSPK merupakan bentuk hukum wajib nasional, serta menggambarkan bagaimana standar ini diharapkan dapat selaras dengan standar global seperti GRI dan ISSB.
“PSPK bukan hanya instrumen teknis pelaporan, tapi arah baru dalam praktik akuntansi yang berorientasi pada keberlanjutan. Kita sedang menyelaraskan dengan praktik terbaik global, tanpa mengabaikan konteks lokal,” ujar Elvia.
Tantangan Adopsi & Strategi Bertahap
Lany Harijanti menyoroti pendekatan materialitas ganda (double materiality) dalam pelaporan dan menyampaikan bahwa kapasitas perusahaan Indonesia masih beragam. Oleh karena itu, pendekatan bertahap direkomendasikan, dimulai dari standar GRI, sebelum melangkah ke PSPK.
“Kita mendorong perusahaan untuk memulai dari apa yang sudah ada, seperti GRI, lalu mengembangkan kapasitas internal menuju pelaporan yang sejalan dengan PSPK dan standar internasional lainnya,” jelas Lany.
Lany juga menyinggung pentingnya keselarasan regulasi nasional dengan harapan pasar dan investor global. Ia menyebut bahwa Bursa Efek Indonesia dan sejumlah pemangku kepentingan telah aktif memfasilitasi dialog ini melalui seminar dan survei pasar.
Praktik Bisnis dan Perspektif Ekonomi
Dede Abdul Hasyir membawa perspektif praktis dari dunia bisnis dan kebijakan publik. Ia menekankan bahwa adopsi pelaporan keberlanjutan bukan hanya soal teknis akuntansi, tetapi juga menyangkut strategi bisnis dan daya saing perusahaan.
“Sustainability bukan sekadar compliance, tapi sudah menjadi elemen fundamental dalam strategi dan inovasi bisnis. Perusahaan perlu memahami bahwa pelaporan ini berkontribusi langsung pada kepercayaan pasar dan efisiensi operasional,” ujar Dede.
Ia juga menekankan pentingnya materialitas dampak sebagai landasan pengambilan keputusan. Dalam banyak kasus, isu-isu non-finansial seperti emisi, inklusi sosial, dan hak pekerja kini menjadi titik kritis dalam evaluasi risiko dan reputasi bisnis.
Kompetensi Profesional & Kebutuhan Kolaborasi Multidisiplin
Diskusi pada Social Value Talk ini menegaskan bahwa profesional keberlanjutan saat ini dituntut memiliki kompetensi lintas bidang—mulai dari pemahaman standar pelaporan, manajemen data, hingga kemampuan komunikasi strategis.
“Kita tidak bisa lagi mengandalkan satu disiplin saja. Keberlanjutan membutuhkan kolaborasi antara akuntan, ekonom, insinyur, hingga pakar sosial,” tambah Elvia.
Para pembicara mendorong mahasiswa dan profesional untuk:
- Membaca laporan keberlanjutan dari perusahaan terkemuka untuk mengenali praktik terbaik.
- Mempelajari berbagai standar keberlanjutan (GRI, PSPK, ISSB, SASB).
- Mengambil sertifikasi atau pelatihan profesional.
- Terlibat aktif dalam komunitas atau forum keberlanjutan lintas sektor.
Rekomendasi Tindak Lanjut dari Social Value Talk
Sebagai hasil diskusi, SVT merekomendasikan sejumlah langkah konkret:
Bagi Perusahaan:
- Siapkan adopsi PSPK 1 & 2 sebelum 2027
- Mulai pelaporan emisi Scope 1 & 2, dan bersiap untuk Scope 3
- Terapkan pendekatan multidisiplin dalam menentukan materialitas
Bagi Profesional & Mahasiswa:
- Perluas pemahaman terhadap standar pelaporan dan ESG
- Ikuti pelatihan/sertifikasi keberlanjutan
- Bangun kompetensi dalam materialitas finansial dan dampak
Bagi Lembaga Pendidikan:
- Integrasikan keberlanjutan ke dalam berbagai disiplin ilmu dan kurikulum
- Dorong riset dan kolaborasi lintas fakultas
Social Value Indonesia mengapresiasi antusiasme peserta dalam acara ini dan berkomitmen untuk terus mendorong diskusi lintas sektor serta peningkatan kapasitas dalam ekosistem pelaporan keberlanjutan di Indonesia.
Leave a Comment