Social Value Talk Mei 2025: “Is Social Value Always Measured by SROI?”, Menimbang Ulang Ukuran Nilai Sosial di Era Keberlanjutan
Jakarta, 20 Mei 2025 – Social Value Indonesia (SVID) kembali menggelar Social Value Talk edisi Mei 2025 secara daring, mengangkat tema “Is Social Value Always Measured by SROI?”. Acara ini menghadirkan Jalal, praktisi keberlanjutan sekaligus Dewan Pakar SVID, sebagai pembicara utama, dan dimoderatori oleh Citra Widuri, Direktur Eksekutif SVID. Diskusi ini diikuti oleh 171 peserta daring dari berbagai latar belakang, mulai dari akademisi, praktisi, hingga pelaku usaha, yang antusias menggali lebih dalam konsep nilai sosial dalam kerangka pembangunan berkelanjutan.
Mempertanyakan Angka sebagai Satu-satunya Ukuran
Dalam konteks global yang semakin berorientasi pada keberlanjutan, pendekatan kuantitatif seperti Social Return on Investment (SROI) makin populer sebagai alat untuk mengukur dampak sosial. Data PROPER 2023–2024 mencatat bahwa dari 4.495 perusahaan, sebanyak 312 menyertakan SROI dalam pelaporan kinerja lingkungan mereka—dan mayoritas dari mereka meraih peringkat hijau atau emas.
Namun, diskusi ini membawa narasi yang berbeda: apakah angka cukup untuk menggambarkan keseluruhan nilai sosial? Jalal menyoroti bahwa dalam banyak kasus, hal-hal yang paling bermakna justru tidak mudah diukur—seperti martabat, keberdayaan, keadilan sosial, dan perubahan budaya yang sifatnya non-material.
Nilai Sosial: Dari Sejarah hingga Relevansi Masa Kini
Jalal mengajak peserta menelusuri kembali akar konsep nilai sosial yang berasal dari ilmu sosial, lalu berkembang ke ilmu manajemen, bisnis, dan keberlanjutan. Ia menekankan bahwa memahami nilai sosial butuh pendekatan multidisipliner, bukan hanya sekadar reduksi menjadi angka dalam laporan dampak.
Menurutnya, nilai sosial abad ke-21 adalah konsep yang pluralistik dan erat kaitannya dengan keberlanjutan. Nilai sosial harus dipahami sebagai jembatan antara etika dan dampak, serta antara suara lokal dan agenda global. Jalal juga menyoroti tantangan dalam penggunaan satu definisi baku nilai sosial, karena risiko mengabaikan kompleksitas dan realitas yang beragam.
Kritik terhadap Pendekatan Kuantitatif: Lebih dari Sekadar SROI
Selama diskusi, kritik terhadap pendekatan formal seperti SROI mengemuka. Jalal menegaskan bahwa angka, meskipun penting, tidak boleh menjadi satu-satunya rujukan dalam menilai dampak sosial. Dalam banyak kasus, praktik bisnis dan keberlanjutan saat ini masih terlalu terpaku pada hasil numerik seperti skor ESG atau nilai SROI, sementara konteks dan narasi lokal sering terabaikan.
Ia mencontohkan kisah nelayan yang menerima manfaat dari restorasi mangrove. Dalam laporan SROI, dampaknya mungkin hanya ditunjukkan melalui peningkatan pendapatan. Namun, nelayan tersebut justru menilai perubahan paling besar adalah meningkatnya intensitas berdoa dan rasa syukur mereka—sesuatu yang tidak tercermin dalam angka.
Dampak Sosial yang Bermakna, Bukan Sekadar Terukur
Diskusi juga menggarisbawahi pentingnya pendekatan yang lebih holistik dalam evaluasi program tanggung jawab sosial. Jalal menyampaikan bahwa keberhasilan program CSR semestinya dilihat dari kemampuan menciptakan perubahan positif yang berkelanjutan dalam kehidupan penerima manfaat, bukan sekadar alokasi dana atau hasil jangka pendek.
Menurutnya, penilaian dampak sosial yang bermakna harus memprioritaskan kualitas informasi dan keberlanjutan hasil, serta memperkuat keterlibatan dengan para pemangku kepentingan. Ia mendorong penggunaan metode naratif dan kualitatif, seperti Most Significant Change (MSC), untuk menangkap cerita dan persepsi langsung dari masyarakat terdampak.
Mendorong Gerakan Nilai Sosial yang Lebih Inklusif
Sebagai kelanjutan dari diskusi ini, Social Value Indonesia mendorong peserta untuk terus memperdalam pemahaman mereka terkait konsep nilai sosial, baik melalui pembelajaran mandiri maupun partisipasi dalam program pelatihan. Salah satu kesempatan terdekat adalah k persiapan sertifikasi Social Value Associate Level 1 yang akan diselenggarakan pada 9 Juli 2025—sebuah langkah awal bagi mereka yang ingin berkarier sebagai profesional nilai sosial.
Bagi peserta yang ingin melanjutkan ke jenjang lebih lanjut, SVID juga akan menyediakan informasi mengenai sertifikasi Level 2 dan 3 di masa mendatang. Untuk memperluas referensi, peserta disarankan mengeksplorasi beragam sumber daya yang tersedia di Social Value International, termasuk pedoman, prinsip, dan studi kasus yang relevan.
SVID juga berkomitmen untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum sempat dibahas selama sesi berlangsung. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan disampaikan dalam kegiatan Social Value Talk berikutnya atau melalui kanal komunitas seperti grup WhatsApp SVID.
Bagi peserta yang merasa terdorong untuk lebih aktif terlibat dalam gerakan nilai sosial, SVID membuka peluang untuk bergabung dalam jaringan profesional dan mengikuti pelatihan lanjutan. Diharapkan, langkah-langkah ini dapat memperkuat gerakan bersama menuju pengukuran dan penciptaan dampak sosial yang lebih bermakna, inklusif, dan kontekstual.
Resolusi SVT Mei 2025
Melalui Social Value Talk edisi Mei 2025 ini, Social Value Indonesia berhasil menghadirkan ruang refleksi kritis dan konstruktif terkait pendekatan pengukuran nilai sosial. Diskusi ini memperkuat urgensi untuk mendorong paradigma yang lebih substantif dan kontekstual—bahwa nilai sosial bukan sekadar angka, melainkan cerminan dari kualitas hidup, relasi sosial, dan kemanusiaan itu sendiri.
Untuk informasi lebih lanjut tentang pelatihan dan sertifikasi profesional nilai sosial, kunjungi www.socialvalue.or.id atau hubungi tim SVID melalui kanal media sosial resmi.
Leave a Comment